Mengenai Saya

Foto saya
Denpasar, Bali, Indonesia

Minggu, 19 Agustus 2007

Perjalanan Ke Malang, Selamat Jalan Mbak Lies.....



Kamis Malam pukul 21.15 Wita, travel WBU yang akan mengantarku perjalanan ke Malang tiba di depan rumah. Aku pamit sama anak istriku yang sudah berada di dalam kamar tidur. Malam itu Intan dan Indra tidur bersama Mamanya. Mereka bertiga ikut mengantar menuju travel. Tampak Indra begitu senang melihat kendaraan travel , tapi terpancar kesedihan karena harus berpisah dengan papanya untuk sementara waktu.

Segera mobil travel meluncur ke Jawa. Hatiku berselimut duka, karena kepergian Mbak Lies tadi pagi. Sehingga agak susah mata ini terpejam, meskipun penat begitu terasa. Pagi hari sekitar jam 8.00 WIB kendaraan yang membawaku dari Bali telah sampai di Perumahan Srikandi Jl. Widas Blok Y-6 Malang. Di mana keluarga mas Tim ( nama lengkapnya kalau tidak salah Drs. Katiman giti lhoo ) suami dari almarhum Mbak Lies bertenger ( memangnya burung hehe… ).

Kemudian aku segera masuk ke ruang keluarga dan tampaklah di situ ada Mas Tim, Mas Heri, Mbak Rini ( istri dari pada Mas Heri dari Jombang ), Mbah Putri dari Jember , Sony ( putra Mas Tim no urut 2 )yang berprofesi sebagai guru di Malang, Reni ( putra Mas Tim no punggung 1 )yang bekerja di BCA Malang dan tingal tidak begitu jauh juga dari rumah Mas Tim. Saya jabat dan peluk Mas Tim dengan perasaan penuh duka. Baru kali ini selama hidupku melihat wajah sedih di mata Mas Tim. Karena 99% dari seorang yang bernama Mas Tim ini selalu memancarkan pesona canda dan humor. Bahkan cuma duduk diam saja sudah bisa bikin orang tertawa, apalagi kalau saat berbicara. Ya tidak salah juga sih kalau saat ini dia tampak lemes dan sedih, lha wong istrinya telah meninggalkan kita semua, bukan hanya Mas Tim dan anak-ankanya saja yang begitu kehilangan. Tapi kami semua keluarga besar dari Mbah Moeslan pastilah begitu gundah gulana.

Kurang lebih 5 menit waktu berjalan datanglah Mas Ed dari Bandung. (seharusnya aku memanggilnya Om Edi dan terhadap Mas Tim seharusnya aku memangil Om Tim, tapi karena kebiasaan dari kecil manggilnya begitu, yaa susah untuk merevisinya..he hee.. padahal sebenarnya masih ada sebutan yang lebih bergengsi yaitu Lek Ed atau Lek Tim, heheee… ). Saya kira Mas Ed sudah berada di situ maka aku salami, ternyata dianya juga baru tiba kog. Dengan nada tersendat dan sedikit berkaca-kaca, Mas Tim menceritakan detik-detik menjelang kepergian Mbak Lies . ( kayak proklamasi saja, maklum hari itu khan tangal 17 Agustus, jadi suasana kemerdekaan juga ikut mewarnai suasana duka ini ). Sambil berbincang-bincang Mbah Putri menawari saya kopi dan aku sambut dengan rasa penuh hormat dan terima kasih. Jadilah kami semua ngobrol sambil ngopi dan menyantap kue, sambil sesekali Mas Tim harus menerima tamu yang masih berdatangan untuk mengucapkan bela sungkawa.

Mbak Lies di makamkan pada hari Kamis 16 Agustus 2007 di pemakaman Sukun kota Malang. Siang harinya sekitar pukul 11.00 Wita kami berempat yaitu saya, Mas Heri, Mas Ed dan Mbak Niken meluncur ke makam Mbak Lies dengan suzuki karimunnya Mbak Niken. ( oh iya, Mbak Niken ini adalah kandidatnya Mas Ed, dan baru kali ini aku bertemu dengannya, supel dan ceria tampaknya ). Berjarak sekitar 5-6 km dari rumah kediaman Mas Tim, kami sampai di makam. Dengan mengambil sikap sempurna kami berdoa di depan dan samping makam Mbak Lies. Baru sekitar 2 menit jongkok untuk berdoa, serasa kakiku sudah cekot-cekot, maka saya rubah posisi berdoa sambil berdiri. Makam di sini meskipun tidak bersih-bersih amat, tapi tampak tertata rapi. Sehingga cukup mudah untuk mencari lokasinya.

Setelah di rasa waktunya cukup, kami meninggalkan lokasi dan dilanjutkan ke kawasan Bukit Dieng tempat kost si Ika. Ika ini adalah anak dari Mas Heri yang tingal di Jombang. Dia kuliah di Malang sehinga harus kost di sini. Sedangkan Mas Heri sendiri tinggalnya di Jombang tapi pekerjaannya sebagai guru salah satu SMA di Kediri. Wah….. apa kurang jauh ya. ( tapi hal ini kalau kedengaran Mas Ed pasti komentarnya kira-kira begini : yaah…Cuma Kediri – Jombang saja kog di bilang jauh, Denpasar – Malang saja seperti sepelemparan batu jauhnya kog bagiku, hehee… ). Kemudian perjalanan di lanjutkan untuk kembali ke rumah Mas Tim.

Sekembali di rumah aku bertemu dengan Shinta ( anak Mas Tim no absen 4 ) yang bekerja di Gramedia Jakarta, serta Maya ( anak Mas Tim no dada 3 ) yang bersuamikan Reno seorang profesional muda yang tinggal di perumahan Sulfat Agung tidak begitu jauh dari rumah Mas Tim. Kembali kami ngobrol lagi di ruang TV bersama keluarga besar. Tidak lama kemudian Mas Tim bilang bahwa seharusnya hari itu 17 Agustus 2007 adalah hari untuk lamaran dari Sony melawan Tyas yang sudah cukup lama di pacarinya. Tapi berhubung ibunya meninggal, acara lamaran di tunda sampai dengan ada pembertitahuan lebih lanjut. Tapi acara ke pihak perempuan tetap di laksanakan dan di ganti dengan acara ulang tahun dari si Tyas. Maka dengan menggunakan 2 armada, kami keluarga besar berangkat menuju rumah Tyas di perumahan Brobudur namanya kalau tidak salah. Rombongan pertama di pimpin Mas Ed dengan mobil starletnya, dan rombongan kedua dipimpin oleh Reno menantu Mas Tim dengan avanzanya.

Sesampai di rumah pihak perempuan, kami di sambut dengan ramahnya dan suasana penuh persaudaraan. Ternyata pihak calon penganten perempuan ini masih saudara dari Mbak Rina almarhum isteri dari Mas Ed. Jadi Soni ini dapat calon isteri dari saudaranya Mas Ed ( alm Mbak Rina ). Dan si Tyas yang masih saudara dengan Mas Ed dapat calon suami yaitu Soni yang merupakan keponakan dari Mas Ed. Nah…. Bingung khan, pertanyaannya adalah mana yang saudaranya Mas Ed ? Soni, Tyas ataukah kedua-duanya atau tidak dua-duanya, jawab dengan ketik jawaban spasi bingung dan kirim ke 0000 khusus untuk operator selular frens, agar hemat pulsa bisa hubungi Mas Ed untuk mendapatkan password biar hemat pulsa. Untuk yang tinggal di Malang bisa hubungi Reno yang sudah diberitahu passwordnya.

Acara di rubah menjadi acara ulang tahun dari Tyas. Tanpa banyak prosedur dilanjutkan dengan makan-makan sambil beramah tamah. Acara ini berlangsung sampai sore hari. Sehingga yang semula saya berencana untuk sore itu juga kembali ke Denpasar saya batalkan untuk ditunda besoknya. Sekalian juga untuk ikut sembahyangan 3 harinya Mbak Lies.

Sore harinya aku ikut Reno yang mau pulang ke rumahnya. Karena aku belum pernah ke rumahnya Reno. Bersama satu mobil adalah Mas Heri dan Mas Ed. Sehingga kami berempat. Sekitar 15 menit kami berada di rumah Reno, kami pulang kembali ke rumah untuk sembahyangan. Tapi di tengah perjalanan Reno membawa kami wisata kuliner sebentar karena Mas Heri perutnya kembung dan minta diisi dengan wedang ronde. Maka sampailah kami di kawasan tengah kota Malang, saya sendiri tidak tahu nama jalannya, tapi yang jelas melewati alun-alun. Dan sampailah kami di sebuah warung yang menjual wedang ronde. Di situ tersedia juga menu Angslei atau apa namanya saya lupa. Ada juga roti goreng dan sebangsanya. Aku sendiri memilih wedang ronde kering. Bedanya dengan yang type basah adalah kacangnya berada di luar dan terpisah dengan kuahnya. Sedangkan Mas Ed dan Mas Heri memilih wedang ronde type basah. Reno memilih angsley. Baru pertama kali itu saya menjumpai makanan yang di makan oleh Reno. Sepertinya OK juga itu makanan. Sambil minum wedang ronde saya menyantap roti goreng. Demikian juga dengan Mas Ed, Mas Heri dan Reno. Setelah selesai menyantap wedang ronde dan kawan-kawan, Reno memesan juga untuk di bawa pulang. Dan aku di pesankan yang namanya angsley. Waahhh…uenak tenan memang dan mak nyoss. Kapan – kapan ke Malang harus ke sini lagi.

Sesampai di rumah, benar saja seperti perkiraan Mas Ed, acara doanya sudah hampir selesai. Dan tibalah acara makan malam. Wahhhh perut masih terasa kenyang, sekarang harus menyantap makan malam pula.

Sehabis ikut Mas Ed dan Mas Heri mengantar Ika kembali ke kost, kami ngobrol lagi di ruang TV. Sampai agak larut malam, kemudian Mas Tim memainkan alat musik organ, terutama memainkan lagu-lagu kesayangannya almarhum Mbak Lies. Mendampingi Mas Tim bermain musik aku jadi kepengin bisa memainkan organ. Aku jadi sedikit tahu, oh begitu to caranya memainkannya, tentang melodu maupun kunci – kunci rhytemnya. Ya aku berharap suatu saat bisa beli itu alat musik dan belajar memainkannya. Kalau butuh guru musik tinggal telpon saja Mas Tim untuk mengajarinya di sini. He ..heee…..

Menjelang jam 12 malam aku sudah tidak kuat lagi menahan kantuk. Maka aku tiduran di depan TV. Ternyata di situ sudah tertidur Mas Heri dan Mbak Rini. Soni dan Shinta kemudian beranjak ke kamarnya. Sementara saya sendiri di tawari untuk tidur di kamar atas di lantai 2. Tapi saya merasa lebih enakan tidur di ruang TV karena terasa lebih dekat dan kumpul sama saudara.

Sampai sekitar jam 5 pagi waktu Jawa, aku terbangun karena mendengar dering telepon. Begitu aku angkat terdengar suara isteriku yang menanyakan kalau saya sudah sampai di mana dan minta supaya aku diantar duluan oleh travel ke rumah. Intan sakit panas jadi harus segera ke dokter. Karena waktu berangkat ke Malang aku pamit bahwa esok harinya aku akan langsung pulang ke Denpasar sehingga rencananaya pagi itu saya sudah sampai di Denpasar. Maka saya bilang ke isteri kalau aku tunda kepulangan ke Bali menjadi Sabtu sore. Siangnya aku mencoba mencari tiket pesawat Indonesia Air Transport yang melayani rute penerbangan Denpasar – Malang. Maskapai penerbangan ini melayani rute Malang Denpasar cuma untuk hari Jumat, Sabtu dan Minggu saja. Dengan jam penerbangan pukul 13.30 WIB dan Cuma sekali penerbangan dalam satu hari. Tapi ternyata set nya sudah penuh. Jadi saya tidak jadi menggunakan jasa penerbangan. Maka oleh Reni aku di antar ke temannay yang punya perusahaan biro perjalanan dan di carikan tiket travel untuk sore itu. Siang harinya Intan telepon kalau kondisi badannya berabgsur baik. Jadi agak lega rasanya. Dan setiap beberapa jam Intan atau Indra pasti telepon sehinga saya bisa mengetahui perkembangannya.

Siang harinya aku di antar oleh Reni dan Mas Edy untuk membeli keripik tempe di kawasan jalan Sembuku. Setelah terhenti cukup lama karena ada karnaval 17-an, kami menuju ke jalan Raya Sulfat untuk membeli apel dan kelengkeng.

Begitu sampai kembali ke rumah, Soni dan calon isterinya Tyas, membawakan kami semua di rumah mie Jangkrik. Enak juga rasanya dan menunya cukup banyak juga kapasitasnya. Sampai dengan penuh perjuangan untuk menghabiskannya. Sampai-sampai Mbah Putri juga tidak bisa menghabiskan sepenuhnya itu mie. Di lanjutkan nggobrol sama Mbah Putri, Mas Ed dan Tyas sampai menjelang sore. Sambil menunggu waktu mandi di depan TV bersama Reni, Mas Tim, Sony, Mas Ed kami melanjutkan ngobrol sambil mengepak oleh-oleh.

Setelah mandi dan menunggu travel datang, Shinta datang sambil membawa semangkuk sup yang baru saja dia masak bersama Maya, Isterinya Reni, Tyas dan Mbah Putri serta Ibunya Mas Tim. Mereka inilah yang sibuk memasak di dapur dan menyediakan makanan dan minuman serta kopi yang saya minum tiap pagi. Trima kasih saya ucapkan untuk mereka.

Sekitar pukul 06.00 WIB datanglah Travel Penjor Bali Wisata yang akan mengantarku pulang ke Denpasar. Saya salami semua satu per satu untuk berpamitan pulang. Waktu terasa begitu cepat berlalu. Hati ini agak berat rasanya karena harus berpamitan pulang. Rasanya belum cukup untuk bertemu dan berkumpul bersama dengan mereka. Cerita dan canda serta bertukar cerita satu sama lain serasa belum tuntas. Tapi waktu juga yang harus memisahkan. Karena kita masing-masing punya tanggung jawab dan tugas sendiri-sendiri. Dan juga masing-masing punya anak isteri dan pekerjaan serta tempat tinggal di tempat yang berbeda.

Pagi ini hari sudah berganti baru, Minggu pukul 06.30 Wita sampailah saya di rumah di Denpasar. Setelah mengucapkan terima kasih ke driver travel dan menenteng tas serta oleh-oleh, saya di sambut oleh anak saya Indra di depan pintu gerbang yang sudah dari tadi menunggu kedatangan saya. Setelah mencium Indra aku langsung bergegas ke kamar Intan untuk mengetahui kesehatannya. Puji Tuhan panasnya sudah turun dan begitu tahu saya masuk ke kamarnya dia tersenyum cantik sekali dan kami berpelukan. Puji Tuhan atas penyertaanNya selama saya ke Malang dan kini bisa berkumpul kembali dengan keluarga tercinta, dan semoga Bapa kita di surga berkenan melimpahkan kerahimannya serta cinta kasihNya yang begitu besar buat jiwa Mbak Lies demi jasa PuteraNya Tuhan kita Yesus Kristus yang berkuasa kini dan sepanjang segala masa…Amin. Denpasar

Selasa, 14 Agustus 2007

Refreshing Ke Tanah Lot


Hari Minggu 29 Juli 2007 kita jalan – jalan ke Tanah Lot. Sekitar satu jam perjalanan dari rumah kita sampai di Tanah Lot. Soalnya kita muter-muter dulu.Lewat Dalung karena Mama mau ambil uang di ATM Tiara Gatsu dulu, kemudian berlanjut ke arah utara lewat Dalung, terus melewati Tuka, berhenti sejenak melihat Seminari Roh Kudus Tuka & Sekolah Santo Thomas Aquinas. Tanpa banyak membuang waktu perjalanan di lanjutkan ke arah Canggu, menyusuri jalan menuju Tanah Lot lewat jalur selatan. Dengan kecepatan sekitar 40 km / jam, sambil bercanda dan menikmati pemandangan hamparan sawah, dengan permukaan jalan yang cukup halus , tidak terasa sudah sampai di areal parkir Obyek Wisata Tanah Lot.

Pelan – pelan kendaraan menuju ke gerbang tiket. Seorang wanita pet

ugas tiket masuk menghampiri kami. Dengan senyum penuh keramahan, menyapa serta menghitung jumlah penumpang. ” Rp 25.000,00 Pak, untuk dua orang dewasa dan dua orang anak sudah termasuk parkir,” demikan katanya tanpa meninggalkan senyum ramahnya.

Begitu selesai parkir, tugas pun di bagi. Papa membawa tikar dan buku, Intan bawa bantal, Indra juga bawa bantal, Mama bawa ransel berisi bekal makanan, minuman dan mainan serta buku bacaan.

Hari itu ombak laut begitu besar, sehingga para wisatawan tidak diperbolehkan mendekati batas pantai.

Ombak bergulung-gulung menghempas ke batu karang hitam yang di atasnya berdiri megah Pura Tanah Lot dengan tiada hentinya. Suara deburan ombak serasa menyambut kedatangan kita berempat.

Melewati tangga setelah gapura, tampak seorang tukang foto dengan menggandeng seekor ular phiton menawarkan jasa pemotretan. Bergegas Intan langsung minta digendong karena takut melihat ular. Tidak demikian dengan Indra, dia tidak minta di gendong tapi berjalan menjauh ke pinggir sisi jalan setapak.


Kita langsung menuju ke sisi barat untuk mencari lokasi reru

mputan di bawah pohon untuk menggelar tikar. Begitu tikar terbentang , langsung kita berebut untuk tiduran. Capek lelah dan penat serasa lenyap semua. Tidak berapa lama Intan mengeluarkan buku gambarnya dan mulai mencorat coret dengan pensil. Tidak mau ketinggalan si Indra langsung menarik ranselnya Mama untuk mengeluarkan robot Power Ranger serta mobil mainan. Sementara anak-anak asyik dengan hobynya, tampak Mama membuka bungkus makanan untuk mengambil kue yang tadi dibeli di Tiara Gatsu.

Aku sih sudah asyik membaca buku “ Benny, Tragedi Seorang Loyalis” yang baru dua hari yang lalu aku beli di Gramedia Dewi Sartika Denpasar.

Tak seberapa lama Intan menunjukkan gambarnya. Aku lumayan terperanjat juga begitu melihat hasil gambarnya, yaitu gambar Pura Tanah Lot seperti yang ada di depan mata. Ternyata dia mengekspresikan apa yang dia li

hat. Aku jadi ingat saat berada di halaman parkir sekolahnya Indra, sambil menunggu adiknya pulang sekolah, dia mengisi waktu dengan menggambar suasana parkir di sekolah detail dengan kendaraan maupun situasi orang di lokasi itu.

Sekitar dua jam berada di lokasi wisata Tanah Lot, selama itu juga hanya kami habiskan waktunya untuk duduk santai tanpa jalan-jalan ke Pura atau ke sisi lain dari tempat wisata itu. Intan dan Indra sibukdengan permainannya sendiri, berlarian di taman sambil sesekali di temani mamanya. Sedangkan aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan membaca. Karena suasananya sangat mendukung sekali untuk bersantai dan membaca.

Setelah mengambil gambar secukupnya, menyantap makanan kecil dan anak-anak terlihat sudah mulai kelaparan, kami putuskan untuk kembali ke Denpasar. Siang itu matahari menyinari bumi tanpa terhalang oleh awan sedikitpun, jadi panasnya bukan main. Waktu bicara tentang makan siang, ternyata ideku sama ide istriku sama. Yaitu babi guling Semeton. Di warung ini menu babi gulingnya uenaaak sekali. Ini berawal waktu dua tahun yang lalu aku dapat tugas proyek di Tabanan. Hampir tiap hari aku melewati dan mampir untuk makan siang. Lokasinya di pinggir sawah sekitar Desa Cemagi. Yaitu di jalan Denpasar Tanah Lot lewat Canggu. Setelah proyek di Tabanan selesai aku tidak lagi sesering untuk makan di sana. Jadi kalau pas lewat di sana pasti mampir. Indra tidak begitu menyukai menu ini. Tetapi Intan tampaknya menyukai meskipun hanya sayur daun ares sama daging yang di sayur saja yang dia habiskan. Kami menikmati makan siang itu sambil menikmati hamparan sawah di depan kami. Sambil makan aku cerita sama anak-anak kalau waktu kecil dulu papa suka main di sawah. Apa lagi di situ terdapat sekumpulan burung, yang mengingatkanku waktu main ketapel untuk mencari burung di sawah sewaktu kecil. Indra malahan minta untuk dibuatkan ketapel seperti kepunyaan papa waktu kecil. Ya aku bilang nanti saja kalau pas pulang ke Jawa, papa buatin sambil main ke sawahnya Mbah Uti. Wah langsung dia tanya kapan pulang ke Jawa biar bisa main ke sawah. Ya…nanti kalau libur dan mamanya juga libur, kita semua berlibur ke Ambarawa.

Setelah kenyang menyantap makan siang dan istirahat sejenak perjalanan pulang ke Denpasar kami lanjutkan. Selama di kendaraan tidak ada lagi canda tawa seperti waktu berangkat tadi, karena selai kelelahan dan kenyang, anak-anak tertidur pulas di kendaraan. Mereka baru bangun begitu sampai di rumah. Puji Tuhan kita sekeluarga sudah sampai di rumah lagi dengan selamat dan senyum ceria tampak di wajah kita semua. Amiiiin.