Mengenai Saya

Foto saya
Denpasar, Bali, Indonesia

Senin, 28 Juni 2010

29 Juni 1997 - 29 Juni 2010

Hari ini 29 Juni 2010.
Hari ini juga genap 13 tahun kami mengarungi rumah tangga.
29 Juni 1997 kami menerimakan sakramen perkawinan di gereja santo Yusuf Ambarawa.
Tak terasa tahun-tahun telah berlalu.
Apakah yang harus aku lakukan hari ini?????

Suatu ketika Cosmas terlibat dalam perbincangan dengan ibundanya…

Cosmas bertanya makna cinta dan ibundanya pun menjawab:

“Masuklah ke dalam hutan, pilih dan ambillah satu ranting yang menurutmu paling baik, tetapi engkau haruslah berjalan ke depan dan jangan kembali ke belakang. Pada saat kau sudah memutuskan pilihanmu, keluarlah dari hutan dengan ranting tersebut”.

Maka masuklah Cosmas ke dalam hutan dan keluarlah Cosmas tanpa membawa sebatang ranting pun.
Ibundanya pun bertanya, maka jawab Cosmas:
“Saya sebenarnya sudah menemui ranting yang bagus, tetapi saya berfikir barangkali di depan saya ada ranting yang lebih baik. Tetapi setelah saya berjalan ke depan ternyata ranting yang sudah saya tinggalkan tadilah yang terbaik. Maka saya keluar dari hutan tanpa membawa apa-apa.”


Ibunda berkata: “Itulah cinta”

Lalu Cosmas pun bertanya apakah makna perkawinan

Ibunda pun menjawab:
”Sama seperti ranting tadi, namun kali ini engkau haruslah membawa satu pohon yang kau fikir paling baik dan bawalah keluar dari hutan.”

Maka masuklah Cosmas ke dalam hutan dan keluarlah Cosmas dengan membawa pohon yang tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu indah.
Ibundaya pun bertanya, maka jawab Cosmas:
“Saya bertemu pohon yang indah daunnya, besar batangnya…tetapi saya tak dapat memotongnya dan pastilah saya tak mampu membawanya keluar dari dalam hutan…akhirnya saya tinggalkan. Kemudian saya menemui pohon yang tidak terlalu buruk, tidak terlalu tinggi dan saya pikir mampu membawanya kerana mungkin saya tidak akan menemui pohon seperti ini didepan sana. Akhirnya saya pilih pohon ini kerana saya yakin mampu merawatnya dan menjadikannya indah.”

Lalu ibunda berkata: “Itulah makna perkahwinan nak.” Begitu banyak pilihan di depan kita seperti pohon-pohon beserta rantingnya di dalam hutan, tapi kita mesti menentukan satu pilihan dan bila terlalu memilih…tidak satupun akan kita dapati, karena kesempatan itu hanya sekali dan kita harus terus maju seperti waktu yang beredar ke depan yang tidak pernah tersimpan pada hari semalam, kemarin atau bersemayam pada masa lalu kita.


Bila Kau Yang Membuka Pintu

Segala Perkaraku Kuserahkan Pada-Mu
Allah Pembelaku
Segala Kuatirku Kutaruh Di Kaki-Mu
Allah Pem'liharaku

Reff:

Bila Kau Yang Membuka Pintu
Tak Ada Satupun Dapat Menutupnya
Bila Kau Yang Mengangkat Aku
Tiada Yang Dapat Merendahkanku

lagu ini sungguh menguatkan aku
puji syukur kepadaMU ya Allah
atas anugerahMu detik demi detik..

Selasa, 22 Juni 2010

Potret Hidup

Pagi itu sang surya masih malu-malu menampakkan dirinya. Embun pagi berayun-ayun dengan nyamannya di dedaunan. Pagi yang indah. Meskipun badanku hanya terlelap satu jam saja, setelah menyaksikan siaran sepak bola piala dunia. Begitu melihat alam pagi hari yang begitu indah, serasa baru saja bangun dari tidur lamaku. Segar.

Kaki terasa ringan melangkah. Sepatu putih yang biasa aku pakai ke proyek bersedia menemaniku. Komplek perumahan masih belum kelihatan tanda-tanda kehidupan. Tampak Pak Gusti dengan pakaian adat baru saja selesai sembahyang di Sanggah Balai Banjar. Tanpa meninggalkan senyum khasnya, “ selamat pagi Pak, pagi-pagi sudah mau jalan santai nih. Kog tidak pakai sepeda?,” begitu sapanya dengan ramah kepadaku. Itu sapaan dan senyuman pertama yang aku terima di pagi ini. Yang di susul dengan sapaan ramah dari warga lain yang aku temui. Oooooh….tetangga yang baik. Sungguh Tuhan maha pengasih.

Keluar perumahan aku menuju jalan Mahendradata. Bunyi lengkingan motor menyambutku. Oh halah… beberapa anak muda lagi trek-trekan dengan motor modifikasinya. Minggu pagi, jadi lalu lintas relatif sepi. Menyusuri sudut-sudut kota Denpasar, yang selama ini cuma aku lewati pakai kendaraan atau sepeda. Ternyata beda rasanya kalau kita lewati dengan jalan kaki. Detail kehidupan kota dengan segala hiruk pikuknya terpampang dengan jelas. Potret kehidupan.

Sosok anak kecil dengan kaos kesebelasan Brasil menarik diriku untuk memperhatikannya. Dengan telanjang kaki dia berlarian kecil memainkan tas plastik kresek yang diikat dengan seutas benang. Tidak terpancarkan sedikitpun beban hidup pada anak itu. Dia bisa menikmati candanya di tengah-tengah keterbatasan kondisi sosialnya. Alat permainan yang begitu sederhana bisa memberikan suka cita tidak kalah dengan permainan di Timezone. Lingkungan sempit, pinggir sungai, rumah petak, berdampingan dengan banyak komunitas dengan tingkat kepadatan yang cukup menyesakkan. Terselip surga di situ.

Rasa hausku mengantar kakiku ke sebuah warung kecil di samping tambal ban. Aqua tanggung pun sudah di tangan. Ku dudukkan pantatku di kursi kayu samping kompressor. Tatapan mataku masih tersandera dengan tingkah laku anak kecil berkaos Brasil tadi. Setelah aku perhatikan, rumahnya ternyata hanya selisih dua rumah petak saja dari tempatku duduk. Tak berapa lama seorang wanita setengah baya berkerudungkan handuk keluar dengan membawa sepiring nasi. Di panggilnya si anak kecil itu. Dengan sigapnya itu anak menyantap sarapan paginya di teras rumah petaknya dengan duduk di tumpukan koran bekas. Tidak ada lima menit pring itupun sudah kosong. Dari jarak sekitar 3 meter aku lihat tidak terlalu istimewa menu sarapan paginya. Tidak aku lihat ada lauk di situ, hanya nasi dengan sayur kacang panjang saja. Tetapi begitu nikmatnya anak itu menghabiskan sarapannya. Terpikir olehku, terkadang istriku di rumah sudah membuatkan menu yang begitu istimewa buat anak-anak kita. Melebihi menu 4 sehat 5 sempurna. Tapi tak jarang pula anak-anakku tidak selahap itu memakannya. Bahkan tidak jarang pula nasi sayur dan lauk sampai harus di buang karena tersisa. Sungguh ironis.

Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya bertopi laken, menyandarkan sepeda tuanya yang di sambut suka cita si anak kecil itu. Sepeda tua dengan sarat muatan berisi kardus-kardus bekas, potongan besi tua, botol-botol air minum kemasan dan masih banyak lagi. Tanpa menurunkan muatannya, pria paruh baya itu langsung menggendong si kaos Brasil itu dengan gemasnya. Oooooh……keluarga yang menyenangkan. Belum juga lepas dari menggendong si kecil, si wanita setengah baya tadi keluar dengan membawa segelas air putih. Sambil tetap menggendong si kecil, pria paruh baya itu meminum dengan sekali teguk minuman persembahan istri tercintanya. Hanya segelas air putih. Di sajikan dengan penuh keikhlasan. Mengalahkan segelas coca cola yang di sajikan istri yang tidak ikhlas menyajikannya. Surga dunia. (Bersambung….)

Proyek Pertama Setelah Pensiun Dini


Hidup adalah anugerah. Tapi dalam hidup selalu dihadapkan dengan pilihan. Dari bangun tidur sampai ke peraduan malam, kita sadari atau tidak, kita telah melaluinya dengan banyak keputusan yang telah kita pilih. Mau tetap tidur, atau bangun dan melakukan banyak aktifitas. Mau bermalas-malasan, atau bekerja keras. Itu semua b erpulang kepada kita sendiri.

Demikian juga halnya waktu aku memutuskan untuk keluar kerja kantoran. Mau selamanya jadi karyawan atau saat itu juga mandiri dengan segala konsekuensinya.Tentu masing-masing punya konsekuensi & sisi positif negatif masing-masing.

Hanya ada satu jalan : kerja keras, tahan banting & berserah diri kepadaNYA. Hanya DIA lah yang senantiasa setia dan menjadi curahan suka dukaku dalam perjalanan hidupku.
Selangkah demi selangkah, dengan berbagai macam asam garam , berbagai pengalaman, pelajaran, susah derita, maupun suka cita, bisa juga selesai proyek pertamaku itu.
Kerja sendirian memang asyik juga. Mulai dari design sampai pelaksanaan aku lakukan sendiri.




Pontang-panting memang. Tapi aku jadi tahu betul seluk beluknya. Dari corat-coret autocad, ngatur tukang, order material, pembayaran, melayani owner, diskusi, jadi mandor, pengawasan, lembur dan makan minum bersama tukang dalam penuh kebersamaan. Adakalanya juga harus tekor karena pembayaran dari owner yang terlambat, ngadat maupun yang tak terbayar sekalipun. Jengkel, kecewa, sedih, suka cita selalu beriringan silih berganti.
Hidup dari sehari ke sehari begitu berwarna. Ya…itulah yang terjadi. Seiring berjalannya waktu, aku begitu mensyukuri semua itu. Tidak hanya suka citanya saja, tapi segala hambatan & kekecewaan itu telah membentuk diriku. Memproses mental dan cara pandangku akan masalah yang aku hadapi. Hehehee…lha kog malah ngelantur ya….qiqiqiii…